Bedah Cerpen Insiden Topi, karya Yasunari Kawabata

Simak paragraf pembuka cerpen Insiden Topi, karya Yasunari Kawabata berikut ini.

Musim panas. Setiap pagi bunga-bunga teratai di kolam Shinobazu di Ueno membuka kelopak daun dengan suara yang indah.

Sebuah kata pembuka tentang setting peristiwa. Kata pembuka yang biasa-biasa saja bukan? Namun jika diperhatikan ada sesuatu yang aneh. Pada kalimat kedua tersebut Kawabata malah tertarik pada suara bunga yang indah. Ya, justru suara bunga yang mekar dengan indah. Kawabata tidak menuliskan bunganya yang indah. Barangkali jika orang goblok seperti saya akan menulis bunga-bunga teratai yang indah. Jelas sangat klise. Dan barangkali Kawabata melakukannya untuk menghindari klise.

Perhatikan kalimat selanjutnya.

Insiden dalam kisah ini terjadi pada suatu petang hari di atas jembatan yang melintangi kolam itu, jembatan tempat orang-orang menikmati cahaya bulan. 

Jika diperhatikan itu adalah teknik shading. Membocorkan sebagian isinya bahwa ini sebuah insiden, namun pembaca masih dibuat penasaran karena tidak mengatakan insiden apa?. Jika sulit dipahami anggaplah sebuah kalimat yang mengandung pertanyaan; insiden apa? Teknik-teknik sepeerti ini akan banyak ditemukan baik dalam fiksi maupun nonfiksi. Teknik yang cukup efektive membuat pembaca penasaran dengan kalimat selanjutnya.


Pada paragraf berikutnya, si narator kemudian menceritakan tentang orang-orang yang berdatangan, dan di sini kawabata tak menggunakan kalimat yang muter-muter dan langsung menunjukan.

Yang cukup menarik, di bagian selanjutnya, ada beberapa orang yang mengobrol yang tampaknya pekerja buruh, dan ada seorang yang terpisah dari mereka? Perbedaan yang di satukan dalam sebuah tempat untuk memunculkan presepsi.

Artikel terkait, Simbolisme Cerpen Insiden Topi

Namun, seorang yang sendirian tersebut topinya jatuh, ia mengumpat, dan menatap ke bawah. Topinya jeraminya telah mengambang.

Orang-orang yang mengobrol tadi, tertawa dan membuat seorang yang topinya jatuh itu malu, lalu pergi.

Namun tiba-tiba ada orang yang memanggilnya.
Perhatikan kalimat berikut.

"Hei, kau!' ...."Mengapa tidak kau ambil? Caranya mudah."
Jika diperhatikan pertanyaan di atas, membuat pembaca penasaran. karena kalimat terakhir adalah kalimat yang mengandung pertanyaan: caranya mudah. Pertanyaannya: bagaimana caranya? Paham? Kalimat seperti ini banyak kita temukan di karya fiksi, tak perlu menggunakan kalimat tanya, tapi mengandung kalimat tanya.

Si pemilik topi tidak mau mengambil walau dibujuk berkali-kali. Namun si pria terus membujuknya.
Dan orang-orang yang tadi mengobrol ikut menyahut. Perhatikan kalimat berikut.

"Ya, harus diambil. Tidak pantas jika ada kolam pakai topi."
Aneh, baru tahu saya percakapan seperti itu. Dan jelas membuat saya nyengir.

"Benar. Kolamnya sebesar ini sementara topinya sekecil itu. Anda harus mengambilnya."

Dan saya masih nyengir membacanya.

Pada paragraf berikutnya si pria kurus masih membujuknya, sehingga sang pemilik topi akhirnya takluk, dan menurutinya. Si pria kurus memegangi tangan si pemilik topi, dengan berpegangan pada langkan jembatan. Namun saat si pria hampir meraih topinya, ia tercebur. Dan si pria kurus yang menolong tadi menghilang.
"Oh!"
"Dia jatuh!"
"Dia jatuh!"
 Tidak ada percakapan, "Hahaha!" Atau sebagianya, dan justru hal itu membuat saya tertawa.
Orang-orang yang mengobrol tadi berebutan tempat untuk menyaksikan kesialan si pria yang kecebur tadi. Namun di saat itu, si pria kurus yang mencoba menolong tiba-tiba datang, dan mendorong mereka semua hingga kecebur kolam.

Si pria kurus tadi kemudain kabur ke arah kegelapan kota.

"Dia kabur!"
"Sialan!"
"Apa dia pencopet?"
"Orang gila"
.....

Percakapan yang singat, dan alur cepat karena tidak berputar-putar.

Demikian bedah cerpen Insiden Topi Yasunari karya Yasunari Kawabata.

Comments

Popular posts from this blog

Buku Bukan Pasar Malam Sempat Dilarang Beredar

Review Buku Kafka On The Shore, Haruki Murakami

Review Novel Scarlet Letter, karya Nathaniel Hawthorne