(Review Buku) Rumah Perawan, karya Yasunari Kawabata

(Review Buku) Rumah Perawan, karya Yasunari Kawabata


Judul : Rumah Perawan
Judul Asli : Nemureru Bijou
Penulis : Yasunari Kawabata
Penerbit : Kepustakaan Populer Gramedia (KPG)
Penerjemah : Asrul Sani
Cetakan Pertama : Juli 2016
Tebal : 126

Sinopsis :
Yasunari Kawabata menyingkapkan rahasia kaum pria tua yang suka membanggakan nafsu jamaniah sebagai pengenang kemanisan masa remaja. Melalui novel Rumah Perawan, Kawabata secara halus melambangkan asyik-masyuk kaum pria dengan kaum-kaum perawan itu sebagai cumbuan terhadap ajal yang menanti di ambang pintu sejarah hidup.
Semula bercita-cita menjadi pelukis, Yasunari Kawabata memutuskan untuk menjadi pengarang. Setelah menamatkan studi Fakultas Sastra di Universitas Kekaisaran Tokyo, ia menjadi anggota redaksi majalah Bungei Shunju, kemudian memimpin majalah sastra Bungei Lidai. Sejak itu mulailah ia menulisa karya sastra dengan gaya neosensualisme. Roman-roman yang terkenal: Penari Izu, Daerah Salju, Seribu Burung Bangau, dan Suara Gunung.

(Review Buku) Rumah Perawan, karya Yasunari Kawabata
Review :
Membaca buku Rumah Perawan karya Yasunari Kawabata mengingatkan saya pada cerita teman bahwa ia bertanya pada seorang kakek apakah ketika tua, nanti masih memiliki nafsu? Si kakek berkata, “Ya.”. Ia yang dirawat oleh seorang babysiter, kadang-kadang terangsang, mencuri kesempatan. Namun ya, burungnya tidak bisa berdiri.

Hal inilah yang saya temui dalam novel Rumah Perawan. Eguci tua adalah seoang lelaki berumur enampuluh tujuh tahun, berkunjung ke sebuah penginapan/tempat pelacuran, tidur dengan lima orang wanita yang semuanya perawan. Namun bukannya menyetubuhinya, si kakek malah menganggumi keindahan tubuh perempuan yang ditidurnya.

Perempuan yang tidur itu seperti putri tidur. Ia tidak akan bangun walaupun si pelanggan memasukan tangannya, ke mulut, atau melakukan apapun yang menyerupai itu. Bisa dibilang tidur seperti orang mati. Saya menangkapnya sebagai simbol dari hubungan seksualitas yang tidur, dalam hal ini si kakek yang burungnya tidak bisa berdiri, atau si perempuan yang masih perawan. Dan hal ini mengingatkan saya pada, novel Eka Kurniawan, pada novel Seperti Dendam Rindu Harus Dibayar Tuntas.

Setiap kali si kakek kelelahan karena menaggumi tubuh manusia itu, meraba-rabanya seolah barang antik, benda berharga yang mudah pecah seperti yang pernah juga disinggung dalam kumcer Cerita-Cerita Telapak Tangan, ia akan meminum obat tidur. Lalu bermimpi di saat-saat masih muda, tentang percintaannya dengan beberapa wanita, lalu bermimpi tentang istrinya, kemudian ibunya.

Walaupun novel ini tipis, dan banyak narasinya namun tidak membosankan, karena detail yang ada dalam buku merupakan simbol yang sangat menarik untuk ditebak, seperti kebersihan, bunga, burung, ombak, dingin, atau lainnya. Dan saya sendiri, entah yang lain, tidak terlalu terangsang karena gaya penulisannya yang tenang.


Demikian review buku Rumah Perawan karya Yasunari Kawabata, sengaja hanya beberapa saja yang dibeberkan agar tidak spoiler.

Comments

Popular posts from this blog

Review Buku Kafka On The Shore, Haruki Murakami

Buku Bukan Pasar Malam Sempat Dilarang Beredar