Memahami Gaya Albert Camus Melalui Novel Sampar

Novel Sampar, Albert Camus

Karena saya bukan seorang filsuf, dan saat membaca buku Sampar lebih tertarik dengan gaya penulisannya maka kali ini saya tidak akan banyak membahas tentang simbolisme, namun bukan berarti tidak membahasnya.

Albert Camus memiliki gaya penulisan yang menurut saya agak berbeda dari penulis lain. Seperti apa? Simak kalimat pembuka di bawah ini.

  • Opening
Peristiwa aneh yang menjadi pokok berita itu muncul pada tahun 194... di Oran. Umum berpendapat bahwa kejadian tersebut tidak wajar. Menyimpang dari kebiasaan. Kesan pertama, memang Oran sebuah kota biasa, tidak lebih dari sebuah pusat pemerintah daerah tingkat satu Perancis di pantai Aljazair.

Albert Camus membukanya dengan gaya bercerita ala jurnalis dengan menyebutkan tahun, kota yang cukup jelas. Tanpa melupakan rasa penasaran dengan mengatakan "peristiwa itu."

Sila baca Review Novel Sampar, Albert Camus
  • Kejujuran
Salah satu hal yang saya suka darinya adalah menceritakan tanpa melebih-lebihkan. Atau secara jujur sesuai apa yang dilihat, dan dirasakan. Artinya si penulis tidak ikut campur, ia hanya menyampaikan bahwa "ini telah terjadi" Ya kurang lebih seperti itu, seperti yang disinggung dalam novel. Saya pikir, ini pengaruh dari Fyodor Dostroyevsky.

Untuk lebih jelasnya simak kalimat berikut:
Di kota ada beberapa perkemahan karantina lain. Tetapi karena kekurangan infirmasi, dan khawatir keliru. Penulis tidak dapat menceritakan lebih banyak lagi.
  • Ilmiah
Seringkali kita menemukan jumlah dalam cerita fiksi dengan alat ukur yang tidak pasti, misal sedikit, banyak, beberapa, sejengkal dan seterusnya. Hal ini memang diperbolehkan dalam fiksi, namun menyulitkan pembaca, kecuali mungkin untuk tujuan multitafsir, kata uang yang banyak tentunya memiliki presepsi yang berbeda pada tiap orang tentang jumlahnya.

Dalam novel ini kita akan menemukan banyak angka yang berterbaran. Dan lucunya membuat saya percaya. Ini mungkin yang disebut jurnalisme dalam karya fiksi, atau karya fiksi yang ditulis agak ilmiah. Salah satu penulis yang juga menerapkan ini setahu saya Gabirel Garcia Marquez.

Perhatikan kalimat berikut ini:

Pada tanggal 16 April ketika dokter Rieux keluar dari tempat praktek, kakinya tersandung seekor tikus mati di ruang tunggu depan pintu.

Albert Camus tidak ragu menuliskan tanggal. Jauh sebelum itu ada kalimat:
...bahwa pada tanggal 25, sehari itu saja telah dikumpulkan, dan dibakar 6.231 tikus!
Saya sempat menggeleng-geleng, bertanya-tanya apakah ini fiksi? Kok rasanya seperti bukan. Dan entah kenapa justru novel ini yang membuka pikiran saya bagaimana sebuah novel ditulis secara ilmiah.
Padahal selama 4 hari demam itu membuat empat kali lompatan mengejutkan: 16 meninggal, 24, 28, dan 32.
  • Bocoran Simbolisme Perlahan-lahan
Pada awalnya saya menganggap kalau ini hanyalah cerita tentang tikus bukan sebuah metafora. Tahulah sendiri di negeri kita, tikus selalu disimbolkan koruptor. Jadi bila diterpakan disini tidak masuk akal. Saya mulai merasa aneh waktu satu persatu tikus mati. Kemudian penulis mengatakan bahwa tikus itu seperti menjerit. Saat itulah saya berfikir seperti manusia. Dan saat dokter mengunjungi seorang penduduk kota yang sakit, ia seperti mendengar suara jeritan tikus di kamar tersebut. Padahal saat diamati tidak ada. Saya mulai menangkap bahwa yang menjerit itu orang, layaknya seekor tikus. Makin lama penulis memberitahu bahwa ada kesamaan antara jumlah korban sampar dan korban perang. Saat itulah terpikir, mungkin tikus yang mati itu metafora dari korban perang.
  • Kritik Sosial
Dia juga menjelaskan situasi sosial kota tersebut, namun karena agak miris jadi terkesan mengkritik. Simak salah satu kalimat berikut ini:
Di masa sekarang, pasti kita biasa melihat, orang bekerja dari pagi sampai sore, kemudian memilih menghabiskan waktu yang tersisa dalam hidup mereka untuk kalah dalam permainan kartu, minum-minum di kafe serta mengobrol.
  • Susah Dipahami
KarenaCamus adalah seorang filsuf Perancis, yang menulis novel. Jadi banyak gagasan yang berterbaran, dan tentu banyak yang susah dicerna oleh orang awam seperti saya. Jadi mungkin ini bukan kekurangan novel, namun kekurangan saya. Hiks. Kadang saya harus berhenti sejenak untuk memahami. Dan seringkali menyerah, mungkin karena tidak bakat jadi filsuf. Haha. Ya, Albert Camus menurut saya termasuk penulis dengan pembahasan yang lumayan berat.

Sekian. Semoga bermanfaat. Terimakasih sudah mampir. :)

Comments

Popular posts from this blog

Buku Bukan Pasar Malam Sempat Dilarang Beredar

Review Novel Scarlet Letter, karya Nathaniel Hawthorne

Review Buku Kafka On The Shore, Haruki Murakami