Review Buku, Cerita-Cerita Telapak Tangan, karya Yasunari Kawabata

Siapa yang tidak tahu Yasunari Kawabata, penulis Jepang pertama peraih nobel sastra tahun 1968. Tokoh-tokohnya kebanyakan dibuat menderita, namun tidak diceritakan dengan sedih, bahkan terkesan indah. Membaca karya Yasunari Kawabata sama saja melihat seorang anak kecil yang tersenyum walaupun terjatuh dengan lutut robek.

Dan hal itu tercermin dalam kumcer Cerita-Cerita Telapak Tangan, sebuah buku terjemahan dari Palm of Hand Stories, terbitan North Point Press, New York: 4rd edition, 1998. Buku ini diterjamahkan oleh penerbit Diva press. Awal membaca judulnya saya sudah curiga, dan penasaran kenapa namanya cerita-cerita telapak tangan. Lalu saya membayangkan ada sebuah cerita yang benar-benar ditulis di telapak tangan, dan saya membayangkan bahwa cerita itu akan membentuk sebuah garis tangan, yang kemudian saya terbayang tentang ramalan garis tangan, suatu masa depan, atau nasib setiap orang.

Dan memang demikian, kumcer yang berisi 70 judul dari tahun 1923-1972. Dengan jarak sekitar 49 tahun, saya menemukan perbedaan yang cukup mencolok dari cerpen satu ke cerpen lain, atau singkatnya perkembangan/gaya kepenulisan Kawabata. Semisal saja di cerpen vas bunga yang mudah retak, di situ jelas sekali bahwa sang narator menjadi eksekutor kesimpulan karyanya. Sang narator yang menjelaskan simbolisme-simbolisme yang ditaruhnya sendiri. Bahwa jatuh cinta adalah awal kehancuran seorang wanita. Jauh berbeda dibandingan cerpen Kakus Umum, dimana simbolisme itu hanya di letakan, lalu pembaca bebas untuk menyimpulkan semaunya. Dan dari tahun ke tahun akan terlihat beberapa pembahasan yang berbeda, pada cerpen-cerpen awal membahas tentang cinta sepasang anak muda, namun semakin lama bercerita tentang para istri, dan suami.

Berikut judul-judul cerpen di dalam kumcer Cerita-Cerita Telapak Tangan.
1. Tempat yang Cerah (1923)
2. Vas yang Mudah Retak (1924)
3. Gadis yang Mendekati Api (1924)
4. Gergaji dan Kelahiran bayi (1924)
5. Belalang dan Jangkrik Lonceng
6. Cincin (1924)
7. Rambut (1924)
8. Kenari (1924)
9. Kota Pelabuhan (1924)
10. Foto (1924)
11. Bunga Putih (1924)
12. Insiden Wajah Si Mati (1925)
13. Kaca (1925)
14. O-Shin Jizo (1925)
15. Batu Licin (1925)
16. Arigatou-Terimakasih (1925)
17. Pencuri Buah Gumi (1925)
18. Sepatu Musim Panas (1926)
19. Sudut Pandang Seorang Anak (1926)
20. Bunuh Diri Karena Cinta (1926)
21. Doa Para Perawan (1926)
22. Menjelang Musim Gugur (1926)
23. Perkawinan Burung Pipit (1926)
24. Insiden Topi (1926)
25. Kebahagiaan Seorang Manusia (1926)
26. Tuhan Itu Ada (1926)
27. Ikan Mas di Atap Rumah (1926)
28. Ibu (1926)
29. Meraut Kuku di Pagi Hari (1926)
30.  Gadis Muda dari Suruga (1926)
31. Yuriko (1927)
32. Tulang Belulang Tuhan. (1926)
33. Senyuman di Luar Kios (1927)
34. Lelaki Buta, dan Si Gadis (1928)
35. Pencarian Sang Istri (1928)
36. Mata si Ibu (1928)
37. Petir di Musim Gugur (1928)
38. Rumah Tangga ((1928)
39. Stasiun Musim Penghujan (1928)
40. Di Rumah Gadai (1929)
41. Kakus Umum (1929)
42. Lelaki yang Tidak Tersenyum (1929)
43. Keturunan Samurai (1929)
44. Ayam Jantam dan Gadis Penari (1930)
45. Make Up (1930)
46. Suami Yang Terbelenggu (1930)
47. Kebiasaan Tidur (1932)
48. Payung (1932)
49. Topeng Kematian (1932)
50. Wajah (1932)
51. Baju si Adik Perempuan (1932)
52. Istri Angin Musim Gugur (1933)
53. Seekor Anjing Melahirkan dengan Selamat (1935)
54. Kelahiran (1944)
55. Air (1944)
56. Koin Perak Lima Puluh Sen (1946)
57. Kaus Kaki (1948)
58. Burung Kakesu (1949)
59. Kapal dari Daun Bambu (1950)
60. Telur (1950)
61. Ular (1950)
62. Hujan Musim Gugur (1962)
63. Tetangga (1962)
64. Di Atas Pohon (1962)
65. Seragam Berkuda (1962)
66. Keabadian (1963)
67. Bumi (1963)
68. Kuda Putih (1963)
69. Salju (1964)
70. Yang Terangkum dari Negeri Salju (1972)

Dari semua judul di atas, ada dua cerpen yang menarik perhatian saya, dan barangkali orang lain yang sudah pernah membaca karya Yasunari Kawabata sebelumnya, yaitu dua cerpen komedi. Bayangkan saja, penulis yang bahkan jarang menaruh unsur komedi di dalam karya-karyanya, membuat cerpen humor. Namun jauh dari ekspetasi saya. Dua cerpen tersebut benar-benar menghibur, berhasil membuat tertawa, dan setelahnya terbengong karena simbolisme di dalamnya.

Artikel Terkait :

Comments

Popular posts from this blog

Buku Bukan Pasar Malam Sempat Dilarang Beredar

Review Buku Kafka On The Shore, Haruki Murakami

Review Novel Scarlet Letter, karya Nathaniel Hawthorne